Home Menjaga Leye dii Meja Makan, Seumur Hidup Perempuan Desa Hoelea II Lembata Tak Boleh Makan Nasi dan
Menjaga Leye dii Meja Makan, Seumur Hidup Perempuan Desa Hoelea II Lembata Tak Boleh Makan Nasi dan
Kamis, 13 Juli 2022 13:13:43
Admin
Menjaga Leye dii Meja Makan, Seumur Hidup Perempuan Desa Hoelea II Lembata Tak Boleh Makan Nasi dan
Gambar Utama :

Anastasia Ina (54) tampak antusias ketika puluhan orang menyerbu stand jualannya di pameran pangan lokal Festival Uyelewun di Desa Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Selasa, 15 Agustus 2023. Para pengunjung hendak membeli cemilan berbahan dasar Leye (jali-jali) yang sudah diolah menjadi bubuk kopi, sereal, kue kering dan makanan ringan lainnya.

Anastasia sigap melayani satu per satu pembeli. Sementara, ibu-ibu lainnya sibuk menghidangkan kopi hitam dari leye yang dipesan para pengunjung.
Lapak miik perempuan asal Desa Hoelea 2 it merupakan salah satu stand kuliner yang paling ramai didatangi pengunjung pameran. Mereka penasaran dengan olahan leye, pangan lokal khas masyarakat etnis Kedang yang kini tidak ditemukan lagi di meja makan.

Ada tiga suku di Desa Hoela, Kecamatan Omesuri yang masih mengkonsumsi leye sebagai makanan wajib yakni Suku Leuhoe Tubar, Leuhoe Take dan Leuhoe Payong. Kaum perempuan atau para istri dari tiga rumpun suku ini diwajibkan hanya mengkonsumsi leye seumur hidupnya. Mereka pantang makan nasi atau jagung.


“Ubi, pisang, mereka boleh makan, tetapi nasi atau jagung tidak boleh,” kata Anastasia.

Tradisi makan leye di tiga suku ini membuat eksistensi leye di tengah masyarakat Kedang masih terjaga meskipun, Anastasia mengaku minat anak muda untuk mengkonsumsi leye pada umumnya menurun drastis sekarang.

Abdul Gafur Sarabiti, salah satu pengunjung pameran, mengapresiasi ibu-ibu yang telah membuat leye makin dikenal melalui olahan-olahan pangannya yang beragam. Menurut Abdul yang juga adalah penggiat budaya Kemenristekdikbud itu, olahan pangan berbahan dasar leye yang beragam bisa menghidupkan lagi memori kolektif orang akan keragaman pangan yang ada di Lembata khususnya di Kedang.

“Eksistensi leye perlu dijaga dan juga pangan lokal lainnya seperti jagung dan ubi juga harus terus diolah karena kita tidak bisa terlalu bergantung pada beras dan terigu yang merupakan pangan yang diimpor dari luar,” kata Abdul.

Dia prihatin karena leye sudah tidak ditemukan lagi dalam hidangan di meja makan masyarakat pada umumnya.

Ben Assan, peneliti pangan di Lembata, mengatakan dalam konteks kedaulatan pangan, leye terlebih dahulu harus diakui baru kemudian dilindungi. Leye harus diakui semua pihak sebagai pangan yang cocok untuk ditanam dan dikonsumsi masyarakat.

“Baru kita bicara tentang urusan melindunginya melalui intervensi kebijakan pemerintah daerah,” ungkapnya.

Sumber : https://flores.tribunnews.com/

356
Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
CAPTCHA Image
APBDes 2025

Data belum diinput

APBDes 2024

Data belum diinput

Realisasi APBDes 2024

Data belum diinput